Menggugat Kebudayaan Mekongga
Oleh: Ridwan Demmatadju
Minat
masyarakat Kolaka untuk mendiskusikan perkembangan kebudayaan Mekongga hari ini
secara lebih serius dan berorientasi jauh ke depan, sangat sepi peminatnya.Soal
ini rupanya tidak hanya dialami pihak yang berkepentingan dengan perkembangan kebudayaan Mekongga, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, tetapi juga dialamai oleh kalangan
masyarakat Kolaka ( baca : orang pribumi) yang mengaku sebagai pemilik sah
warisan kebudayaan Mekongga.Sehingga hari ini perkembangan kebudayaan Mekongga
mengalami ketertinggalan dengan budaya daerah lain yang ada di Indonesia.
Sejauh
pengamatan penulis di Kabupaten Kolaka, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
penelitian dan pengembangan budaya Mekongga di Kolaka yang lebih serius,
seperti melibatkan perguruan tinggi yang memiliki basis peneliti dan penulis
kebudayaan tidak pernah berlangsung. Kalaupun ada kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan seni budaya Mekongga, seperti kongres yang diadakan oleh Lembaga
Adat Tolaki-Mekongga (LATKOM) terkesan sangat tertutup dan sepi dari publikasi
media baik cetak maupun media televisi, sehingga masyarakat secara luas tidak
mengetahui apa yang jadi tema dan tujuan kegiatan tersebut.Padahal menurut
hemat penulis, seharusnya kegiatan ini dipublikasikan secara lebih luas agar
diketahui oleh seluruh masyarakat di Kabupaten Kolaka, khususnya dan lebih luas
untuk masyarakat Indonesia.
Ini
salah satu permasalahan yang bisa dibaca dalam perjalanan pengembangan
kebudayaan Mekongga di Kolaka, selain masih banyak persoalan substantif yang
mestinya sudah dapat disimpulkan oleh para tokoh dari suku Mekongga hari ini,
Dari catatan penulis, terlihat jelas bahwa persoalan yang masih menyelimuti
pikiran para tokoh adat Mekongga di Kolaka, seperti soal saling klaim keturunan
raja Mekongga yang selalu dijadikan alasan perdebatan untuk menentukan
kedudukan seseorang dalam lembaga adat Mekongga. Susana perdebatan sesungguhnya
bukan hal yang tabu untuk dimunculkan sebagai sebuah perbedaan pandangan atau
argumentasi, jika diikuti dengan kerangka argumentasi yang obyektif dan ilmiah.Untuk
itulah dibutuhkan sebuah upaya yang komprehensif
dengan melibatkan semua pihak yang
memiliki pemahaman dan pengalaman tentang kebudayaan secara konseptual untuk
melakukan kajian wacana kebudayaan Mekongga. Saat ini, perdebatan soal
kebudayaan Mekongga di Kolaka terkesan tidak memiliki kerangka yang obyektif
dan ilmiah, karena diskusi atau kegiatan yang berkaitan kebudayaan Mekongga
berjalan sendiri-sendiri tanpa melibatkan banyak pihak yang memiliki kompetensi
dan kepedulian tentang kebudayaan secara umum. Wajar saja jika hasil dari
kegiatan yang membicarakan soal kebudayaan Mekongga, tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan selalu berujung pada perdebatan yang
selalu berulang ketika membicarakan kebudayaan Mekongga.
Menurut,
Ahmaruddin Haruna, salah satu seniman
seni rupa jebolan mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Bandung di
Kolaka menyatakan dalam diskusi budaya di Warkop KNPI Kolaka, Kamis (7/3), bahwa
perdebatan soal klaim keturunan dan simbol-simbol budaya Mekongga sudah harus
disimpulkan untuk melangkah pada persoalan-persoalan yang lebih substantif dan berkelanjutan.
Saat ini membicarakan Kebudayaan Mekongga sebagai sebuah khasanah budaya yang
ada di Sulawesi Tenggara, belum menunjukkan sebuah gerakan yang kuat di tengah
masyarakat, padahal sesungguhnya begitu banyak tradisi yang terlupakan dalam
masyarakat Mekongga di Kabupaten Kolaka
terlupakan begitu saja dalam aspek kehidupan masyarakat di Kabupaten Kolaka.
Seperti Upacara “Mosehe Wonua” yang seharusnya bisa dilaksanakan setiap
tahunnya, namun faktanya tradisi ini tidak pernah dilaksanakan secara bersama
antara pihak tokoh adat Mekongga dan Pihak Pemerintah Kabupaten Kolaka,
sebagaimana lazimnya upacara-upacara ritual di sebuah daerah kebudayaan di
Indonesia.
Dari
gagasan pemikiran Ahmaruddin Haruna yang terungkap ini, nampaknya sejalan dengan
penulis, bahwa sudah saatnya dimunculkan kesadaran baru di kalangan masyarakat
Kolaka untuk merasa memiliki budaya lokal, khususnya budaya Mekongga.Sehingga
penanaman nilai-nilai budaya Mekongga dapat melebar dan meresap di semua aspek
kehidupan bermasyarakat.Hal ini dapat menjadi gerakan kebudayaan yang patut
mendapat dukungan semua stakeholder yang ada di Kabupaten
Kolaka.Memang untuk mewujudkan gerakan perubahan paradigm berkebudayaan ini
terasa akan sulit dimulai, jika tokoh adat Mekongga yang ada di Kolaka tidak
bisa melepaskan egoisme ketokohan yang tidak rasional sekaligus tidak memiliki
dasar yang kuat untuk memastikan ketokohannya dalam struktur kebudayaan Mekongga. Sekali lagi untuk menyelesaikan
persoalan ini, keterlibatan unsur dari luar kebudayaan Mekongga harus ada, dan
diberikan ruang untuk memberikan pandangan yang obyektif untuk memastikan
kedudukan dan fungsinya secara ilmiah. Jika perlu, pelibatan peneliti, pakar
budaya dari kalangan perguruan tinggi ternama, seperti Universitas Indonesia,
Universitas Gajah Mada atau Universitas Hasanuddin yang dianggap lebih netral, obyektif
sekaligus berpengalaman melakukan kajian budaya di Indonesia.
Hal
inilah, yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa tujuan untuk menggali dan
mengembangkan kebudayaan Mekongga di Kabupaten Kolaka sehingga bisa sejajar
dengan kebudayaan yang ada di Indonesia.
Sebagai
penulis yang peduli dengan kebudayaan Mekongga, hingga saat ini masih merasakan
buruknya kebijakan dari pihak Pemerintah Kabupaten Kolaka untuk melakukan
penggalian dan pengembangan nilai-nilai kebudayaan Mekongga, dengan melihat
politik anggaran yang sangat minim untuk mengembangkan kebudayaan, serta
peraturan daerah yang berpihak pada
pengembangan kebudayaan Mekongga hari ini, tidak terlihat secara nyata peran
pemerintah bersama DPRD Kolaka.Kenyataan ini, semestinya bisa dimaknai oleh
tokoh masyarakat adat mekongga sebagai sebuah upaya melemahkan perkembangan
nilai-nilai kebudayaan Mekongga. Sudah saatnya kesadaran untuk menjadikan
budaya Mekongga menjadi sebuah nilai yang hidup dalam semua aspek kehidupan
bermasyarakat di Kolaka.
Penulis
adalah jaringan pekerja seni budaya
Artikelnya cukup menarik mas, kalau boleh tahu apakah mas orang asli kolaka juga?
BalasHapusSaya juga melihay selama ini tidak ada simbol" atau aspek budaya kolaa yang ditonjolkan, misal seperti simbol motif atau ukiran khas, ataupun rumah adat khas yang dikhususkan pemerintah, padahal kolaka pasti punya budaya asli sebelum masuknya pendatang.. sekarang posisi lagi di kolaka, saya lulusan desain interior tapi punya interest ke budaya juga, kalau mau berbagi informasi id line: kevinshosen